Pohon Ara Bisa Selamatkan Keanekaragaman Hayati

 Pohon Ara Bisa Selamatkan Keanekaragaman Hayati

ILUSTRASI BURUNG RANGKONG. FOTO: JALAKSUREN.NET

Perkebunan-perkebunan kelapa sawit besar yang sering kali dikelola secara mayoritas monokultur, sangat minim mendukung kehidupan hewan.

Stephen G. Compton

POJOK GAMBUT | Konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, menjadi salah satu penyebab utama hilangnya keanekaragaman hayati di Asia Tenggara. Demikian disampaikan peneliti asal University of Leeds, Inggris, Stephen G. Compton.

Hal itu disampaikan Compton pada The 2nd International Conference on Agriculture and Bioindustry (ICAGRI), Selasa, 27 Oktober 2020. Konferensi internasional virtual yang diadakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Unsyiah itu, diikuti berbagai elemen masyarakat yang konsen di bidang pertanian, nasional dan internasional.

Compton mengatakan, perkebunan-perkebunan kelapa sawit besar yang sering kali dikelola secara mayoritas monokultur, sangat minim mendukung kehidupan hewan.

“Namun, dengan pengelolaan yang lebih ramah lingkungan, menawarkan kesempatan untuk memelihara keanekaragaman hayati yang lebih luas,” ujarnya.

Terkait hal tersebut, Compton menawarkan satu solusi dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit, yaitu dengan menanam pohon ara secara selang seling di antara kelapa sawit. Hal ini dianggap lebih menguntungkan dari segi alam dan lingkungan.

Compton menjelasakan, dibanding tumbuhan tropis lainnya, pohon ara (Ficus spp., Moraceae) mendukung lebih banyak spesies burung pemakan buah.

“Tapi ini umumnya dihilangkan selama pengelolaan perkebunan. Padahal hal itu bisa mendukung populasi serangga dan burung yang menguntungkan, tanpa mengurangi hasil minyak sawit,” terangnya.

Selaras dengan itu, peneliti dari University of Kentucky, Amerika Serikat, Michael Goodin berpendapat, virologi tumbuhan (identifikasi dan diagnosa virus tumbuhan), dapat menginformasikan pola penyebaran penyakit seperti yang tengah melanda dunia saat ini.

“Banyak orang tidak memikirkan tumbuhan dalam pembahasan tentang virus. Mungkin karena mereka menganggap tumbuhan, hewan dan manusia sangat berbeda,” ujar Goodin.

Padahal, kata Goodin, jika diteliti lebih jauh semuanya saling terkait. Mulai dari tanaman yang diinfeksi virus, kamudian ikut menginfeksi hewan dan manusia.

Menurutnya, dengan memahami bagaimana manusia menyebabkan epidemi di masa lalu, maka kita dapat mengubah perilaku dari sekarang dan mengurangi risiko epidemi di masa depan. Mulai dari transportasi dan perjalanan global, hidup berdekatan, mengubah habitat (habitat alami) dan produksi makanan. (*)

Tulisan ini sudah pernah tanyang di Basajan.net

Editor: Junaidi Mulieng

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published.