Peatland Commodities Business Hub, Fitur Canggih untuk Tingkatkan Potensi Gambut

 Peatland Commodities Business Hub, Fitur Canggih untuk Tingkatkan Potensi Gambut

Bapak Usman memanen pinang pertamanya di kebun dekat rumahnya di daerah Seponjen, Kumpeh, Muaro Jambi, Jambi. Pinang adalah salah satu tanaman yang bisa tumbuh baik di lahan gambut. Photo by Ahmad Zamroni/HKV Pantau Gambut

BASAJAN.NET, Jakarta- Memasuki tahun kelima kehadirannya, Pantau Gambut mengembangkan fitur “Peatland Commodities Business Hub” yang menampilkan potensi komoditas lahan gambut berkelanjutan dan membangun peluang usaha.

Peatland Commodities Business Hub dibangun dan dikembangkan atas kerjasama Pantau Gambut dengan ASYX Indonesia.

Fitur tersebut merupakan perantara yang akan menghubungkan potensi komoditas di lahan gambut dengan investor publik dan swasta.

Potensi komoditas dibangun dengan pertimbangan pemeliharaan lahan gambut berkelanjutan oleh masyarakat gambut sebagai pemangku kepentingan utama.

Bapak Abu Bakar menanam coklat di ladangnya di daerah Seponjen, Kumpeh, Muaro Jambi, Jambi. Photo by Ahmad Zamroni/HKV Pantau Gambut

Koordinator Nasional Pantau Gambut, Lola Abas, Selasa, 16 November 2021 menerangkan, Peatland Commodities Business Hub akan memuat informasi-informasi potensi komoditas gambut, yang kemudian dapat digunakan oleh calon investor untuk menjajaki kerjasama investasi.

Selain menjadi pusat informasi potensi komoditas, Peatland Commodities Business Hub juga mengembangkan value chain framework untuk membangun ekosistem usaha komoditas gambut yang sehat.

Potensi kegiatan ekonomi berbasis komoditas di lahan gambut akan berkembang lebih pesat menjadi potensi ekonomi yang menjanjikan nilai tambah apabila berada dalam ekosistem usaha yang mendukung.

Fitur tersebutmembantu mengisigap dalam hal ketersediaan data akurat dan terkini, serta mendorong pemanfaatan teknologi untuk menjembatani komunikasi dan pemasaran, serta investasi. Pantau Gambut melihat besarnya potensi komoditas di lahan gambut yang dilakukan masyarakat/desa.

Ibu-ibu mencari ikan di Sungai Kumpeh di daerah Seponjen, Kumpeh, Muaro Jambi, Jambi. Mencari ikan menjadi aktifitas tambahan sebagian masyarakat disini yang sebagian besar hidup dari berladang. Photo by Ahmad Zamroni/HKV Pantau Gambut

Lola mengatakan, pihaknya membantu membangun ruang-ruang inklusif bagi pelaku komoditas ramah gambut untuk meraih pasar dan peluang usaha yang bermanfaat bagi ruang hidup dan penghidupan masyarakat sekitar lahan gambut.

“Sehingga tercipta suatu ekosistem kawasan gambut yang harmonis, baik dalam pengelolaan, pemanfaatan, juga perlindungannya,” tambahnya.

Direktur Proyek Peatland Business Hub dari ASYX, Lishia Erza optimis, fitur baru ini akan memberikan ekosistem bisnis yang lebih baik bagi komoditas di lahan gambut.

ASYX merupakan perusahaan yang memberikan layanan nasihat pendanaan dan kolaborasi rantai pasok yang menghubungkan pembeli, penjual, pemasok, distributor dan institusi keuangan, melalui teknologi berbasis web yang aman.

Menurut Erza, fitur tersebut dikembangkan untuk mengoptimalkan informasi komoditas menjadi informasi yang berguna untuk investor. Fitur ini akan menghadirkan skema rantai pasok yang tepat untuk komoditas gambut, sehingga produk-produk dapat didistribusi dengan baik dan dibeli dengan harga yang pantas.

“Semoga ini membantu masyarakat dalam membangun ekonominya dan lebih bersemangat menjaga lahan gambut di sekitarnya,” harapnya.

Fitur Peatland Commodities Business Hub akan terus dikembangkan melalui diskusi aktif dengan berbagai pemangku kepentingan, untuk mendapatkan pemahaman dan metode yang lebih baik terhadap kebutuhan usaha dan pasar.

Mengingat Indonesia memiliki luas lahan gambut mencapai 13.43 juta hektar (data BBSDLP tahun 2019), yakni keempat terluas di dunia dan merupakan lahan gambut tropis terluas di dunia, sudah saatnya Indonesia melibatkan teknologi digital dalam pengelolaannya. Lahan gambut adalah rumah dari keanekaragaman hayati Indonesia yang menyimpan 57 gigaton karbon, atau sekitar 10,36% karbon dunia.

Bekantan liar terlihat di sekitar lahan gambut taman nasional Gunung Palung, provinsi Kalimantan Barat. Ardiles Rante / HKV untuk Pantau Gambut

Saat kebakaran hutan dan lahan terjadi di tahun 2015, 53% dari total lahan yang terbakar adalah gambut. Kebakaran yang terjadi di 32 provinsi di Indonesia pada tahun itu melepaskan emisi gas rumah kaca sebesar 1.636 juta ton CO2 atau lebih dari total emisi harian gas rumah kaca Amerika Serikat dan menimbulkan kerugian negara hingga 220 triliun rupiah.

Akibat dari kebakaran ini, Pemerintah Indonesia menyempurnakan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2014 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dengan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2016. Isinya mengatur upaya terpadu yang sistematik untuk memelihara dan mencegah kerusakan ekosistem gambut mencakup perencanaan, pemanfaatan, kontrol, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum di lahan gambut.

Foto udara menunjukan ekosistem di wilayah lahan gambut Kampung Barma Barat, Moskona Selatan, Teluk Bintuni. Menurut informasi dari warga dan karyawan perusahaan, terjadi perubahan lahan sekitar 500 ha hutan dari 2000 ha sudah dibabat habis oleh pemilik izin konsensi PT SKR. Foto diambil Minggu 15 November 2020. Foto Gemilang Ar-rasyid – Gemindo/HKV untuk Pantau Gambut

Demi mengawal komitmen pemerintah, masyarakat membentuk Pantau Gambut, sebuah koalisi yang melibatkan publik dalam semua misi dan inisiatif terkait gambut. Situs Pantau Gambut sebagai platform utama, memuat informasi perkembangan komitmen Pemerintah Indonesia dalam merealisasikan pemulihan ekosistem gambut. Platform virtual ini juga digunakan untuk mengedukasi dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemeliharaan ekosistem gambut dalam rangka perlindungan lingkungan, pengurangan emisi, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.[]

EDITOR: MELLYAN

Related post