Sebelum adanya pembinaan lebih lanjut, masyarakat perlu terlebih dahulu diberikan motivasi untuk adanya perubahan dalam mengelola ekosistem gambut.
Monalisa
POJOK GAMBUT | Ahad, 18 Oktober 2020, dua unit mobil pribadi melaju dari Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat menuju daerah breuh sigupai, Abdya. Di dalam mobil, sepanjang perjalanan, pandangan seorang wanita muda tak lepas dari layar laptop mungil biru miliknya.
“Persiapan kita apa sudah selesai semua? Apa semua bahan sudah difotocopy?” tanyanya pada rekan di sampingnya.
Ia adalah Monalisa, Pembina Jaringan Masyarakat Gambut Aceh (JMGA). Hari itu, ia mengenakan kaos putih, manset putih, dipadu rok jeans biru dan jilbab krem. Mobil yang ditumpanginya terus bergerak melewati jalan pegunungan.
Usai makan siang, Monalisa dan tim JMGA bergerak ke Desa Rukun Damai, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya). Di sana, ia sudah ditunggu puluhan masyarakat disalah satu rumah warga. Senyum ramah terpancar dari wajah mereka.
Di teras rumah berukuran 5×7 meter itu, tikar plastik merah bercorak telah dihamparkan. Sebuah spanduk yang didominasi warna putih dan hijau muda bertuliskan “Kegiatan Penyuluhan Perlindungan Ekosistem Gambut,” terpasang menghadap ke rumah.
“Gambut dapat meningkatkan ekonomi masyarakat,” buka Monalisa.
Mona menjelaskan, gambut adalah ekosistem sangat strategis sebagai tempat penyimpanan air tawar di Aceh. Kubah gambut diibaratkan waduk yang dapat menyimpan jutaan kubik air hujan. Air itu mengalir lewat sungai sepanjang tahun untuk kehidupan manusia.
Ia mengatakan, keberlanjutan peran gambut sebagai sumber air akan musnah, apabila terjadi ketidakseimbangan antara fungsi alami gambut dan kegiatan manusia di sekitarnya. Seperti adanya perubahan keragaman sistem ekonomi di sektor pertanian, kehutanan dan perkebunan di kawasan sekitar gambut dan kubah gambut. Selain itu, juga karena terganggunya fungsi alami gambut sebagai salah satu penyeimbang iklim alami di dunia (bioclimate).
“Kita harus berani berpikir mengenai reposisi pemanfaatan gambut, terutama kubah gambut,” ujarnya.
Menurut Mona, hal pertama yang harus dilakukan adalah reposisi aturan pemanfaatan gambut dan kubah gambut. Kedua, reposisi nilai ekonomi air kubah gambut dan ketiga reposisi pemanfaatan air gambut dan kubah gambut.
Ia menuturkan, kerusakan air gambut yang terjadi akibat salah pemanfaatan, illegal loging di hutan gambut, pembangunan kanal yang serampangan di kawasan kubah-kubah gambut, akan mempengaruhi habitat, kehidupan ekonomi dan sosial manusia yang tinggal di kawasan gambut.
Mona menambahkan, gambut merupakan lapisan dari kerak bumi, dengan kandungan karbon yang sangat besar. Memiliki potensi mengancam perubahan iklim melalui pelepasan karbon akibat pengeringan maupun kebakaran.
Mona menuturkan, inisiatif awal pembentukan JMGA, karena adanya sejumlah persoalan masyarakat yang berada di kawasan gambut di Barat Selatan (Barsela) Aceh. Seperti, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Aceh Selatan dan Aceh Singkil.
Untuk itu, JMGA berusaha melakukan pembinaan bagi masyarakat melalui sejumlah kegiatan, seperti Penyuluhan dan Perlindungan Ekosistem Gambut. Kegiatan itu bertujuan untuk mendorong kemandirian dan penguatan ekonomi masyarakat, dalam melindungi fungsi ekosistem gambut.
Selain itu, kata Mona, penyuluhan dimaksudkan untuk menguatkan kemandirian anggota dan pengurus JMGA. Membangun komunikasi yang harmonis dengan pemerintah daerah dan pusat, serta stakeholder untuk membangun kerjasama dalam melakukan aksi nyata pengelolaan kegiatan restorasi gambut Aceh.
“Sebelum adanya pembinaan lebih lanjut, masyarakat perlu terlebih dahulu diberikan motivasi untuk adanya perubahan dalam mengelola ekosistem gambut,” ucap Ketua Tim Pakar Jaringan Masyarakat Gambut (JMG) Sumatera ini.
Mona mengatakan, pemahaman masyarakat tentang pemanfaatan lahan gambut secara optimal masih sangat kurang. Selama ini masyarakat memiliki keraguan dalam memanfaatkan lahan gambut untuk menanam tanaman selain sawit.
“Faktor penjualan dan akses pasar yang mudah, membuat masyarakat cenderung untuk memilih menanam sawit sebagai penopang ekonomi keluarga,” tambah wanita hitam manis itu. (*)
Tulisan versi panjang dapat dibaca di Basajan.net “Menebar Asa di Barsela I” dan “Menebar Asa di Barsela II”
Wartawan: Mariani
Editor: Junaidi Mulieng